26 Apr STRATEGI PENINGKATAN TAX RATIO YANG DIBUTUHKAN INDONESIA
Penulis: Jasmine Serena Azka, Depok – Jawa Barat
Juara 1 Lomba Menulis Artikel Pajak PT Prime Services Internasional (Edisi 1)
Fenomena Pemilu 2024 kembali berhasil menarik kuriositas masyarakat mengenai ribuan isu yang kerap terjadi di Indonesia. Salah satu yang paling banyak mendapat sorotan publik adalah rencana peningkatan Tax Ratio (TR) atau rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang rentan mendapat kritik “terlalu ambisius”. Dalam Konferensi Pers APBN KITA yang diselenggarakan pada 2 Januari 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa tax ratio Indonesia per tahun 2023 tercatat sebesar 10,21% yang berarti telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 10,39%. Dengan ini pemerintah seharusnya memandang penurunan pada tax ratio sebagai suatu bencana yang harus segera ditangani, ditambah dengan data statistic bahwa Indonesia adalah salah satu negara ASEAN dengan tax ratio terendah. Menanggapi isu ini, pemerintah perlu optimis dalam membuat strategi peningkatan tax ratio dengan akurat dan cermat demi meningkatnya pertumbuhan PDB secara signifikan, yaitu sebesar 6-7 persen setiap tahunnya berdasarkan pernyataan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI 2022.
Salah satu strategi yang pelaksanaannya sudah dimulai dari 19 Juli 2022 oleh pemerintah adalah integrasi NIK dengan NPWP sehingga tercipta implementasi dari konsep Single Identification Number (SIN). Terobosan ini berawal dari keluh kesah masyarakat yang memiliki banyak sekali nomor identitas, salah satunya adalah NPWP ketika berstatus menjadi Wajib Pajak, sehingga masih banyak yang lalai dan dengan sengaja memilih untuk tidak mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak demi menghindari kewajiban perpajakannya. Dengan adanya SIN, tidak ada lagi batasan tentang apakah seseorang terdaftar sebagai Wajib Pajak atau bukan sehingga pengintegrasian ini akan membawa potensi dampak yang luar biasa terhadap sistem perpajakan di Indonesia dikarenakan mudahnya pendataan seluruh tambahan ekonomis masyarakat oleh fiskus dan menekan masyarakat untuk tidak lagi melakukan penghindaran pajak. Berkembangnya praktik teknologi dalam sistem perpajakan juga akan terealisasi dalam pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan/SIAP (Core Tax Administration System) dan Smart Customs and Excise System. Memiliki tujuan umum yang sama seperti SIN yaitu untuk mengedepankan asas kesederhanaan dan kemanfaatan, pemanfaatan teknologi pada kedua sistem ini membuka lembaran baru bagi reformasi perpajakan di Indonesia yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi perpajakan tanpa meningkatkan biaya administrasi secara eksesif.
Selain itu, pemerintah lebih baik menggali potensi perpajakan di sektor ekonomi yang masih tergolong undertaxed daripada secara terus menerus meningkatkan tarif PPN yang justru berpotensi mengakibatkan terjadinya inflasi dan mencekik masyarakat dengan penghasilan di bawah PTKP. Sektor ekonomi yang dimaksud adalah seperti sektor pertambangan, konstruksi, dan pengolahan.
Tabel 1. Pertumbuhan Penerimaan Pajak Sektoral
Sektor Usaha | Jan-Sept 2022 (%) | Jan-Sept 2023 (%) | Kontribusi (%) |
---|---|---|---|
Industri Pengolahan | 47,5 | 2,3 | 27,3 |
Perdagangan | 67,8 | 4,8 | 24,0 |
Jasa Keuangan & Asuransi | 15,3 | 25,1 | 12,0 |
Pertambangan | 201,5 | 35,7 | 10,7 |
Transportasi dan Pergudangan | 26,2 | 34,8 | 4,5 |
Konstruksi & Real Estat | 6,2 | 13,5 | 4,2 |
Informasi & Komunikasi | 17,7 | 10,6 | 3,5 |
Jasa Perusahaan | 23,8 | 26,2 | 3,3 |
Terjadi perlambatan pada industri pengolahan yang konstan menjadi tulang punggung penerimaan pajak sektoral yang tergambarkan pada Tabel 1. Dalam sektor industri pengolahan, yang berkontribusi sekitar 27,3% terhadap penerimaan pajak, penerimaan pajak hanya berhasil tumbuh sebesar 2,3%. Data-data ini mulai mengalami penurunan sejak Juli 2023. Apabila dibandingkan dengan data pada tahun 2022 di bulan yang sama, pertumbuhannya mengalami perlambatan. Selain sektor industri pengolahan, sektor pertambangan juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan akibat maraknya Wajib Pajak yang melakukan penghindaran pajak di pertambangan ilegal. Apabila dilihat dari cakupan yang lebih luas, penurunan penerimaan pajak pada sektor-sektor pada Tabel 1 juga dipengaruhi oleh menurunnya harga komoditas serta ekspor-impor yang mengalami penyusutan sebesar 12,35% untuk ekspor dan 12,45% untuk impor per tahun 2023 (BPS, 2023).
Merujuk pada salah satu penyebab adanya penurunan penerimaan pajak sektoral, fiskus harus terus menyusun strategi untuk mengoptimalisasi kepatuhan pajak masyarakat. Per 31 Maret 2024, terjadi peningkatan penyampaian dan pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi maupun Badan.
Gambar 1. Pertumbuhan Penerimaan SPT Tahunan Orang Pribadi dan Badan
Keterangan: SPT Tahunan Badan belum mencakup keseluruhan dikarenakan belum melewati batas waktu pelaporan SPT (30 April 2024) berdasarkan Pasal 3 ayat (3) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak
Sebagai struktur perpajakan yang terbesar (yang diikuti dengan PPN), meningkatnya kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar dan melaporkan tentu akan memberikan peningkatan yang signifikan terhadap tax ratio. Menurut data OECD, rata-rata negara memiliki kontribusi PPh Orang Pribadi yang lebih besar daripada Badan yaitu sebesar 24% lebih besar. Hal ini bertolak belakang dengan praktik yang terjadi di Indonesia. Kontribusi PPh Badan di Indonesia 29% lebih besar daripada PPh Orang Pribadi sebesar 9%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar maupun melaporkan memiliki peranan yang besar. Masih banyak orang pribadi di Indonesia yang seharusnya dapat berpartisipasi dalam penerimaan pajak negara tetapi belum berpartisipasi yang disebabkan oleh minimnya pengetahuan perpajakan. Salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan Orang Pribadi adalah dengan penerapan Certificate Clearance dan Earned Income Tax Credit (EITC) atau fasilitas berupa surat keterangan dari fiskus dengan target audiens berupa individu yang memiliki penghasilan sedang dan/atau rendah (IRS, 2023). EITC mampu meningkatkan kepatuhan perpajakan orang pribadi dengan cara memasukkan orang pribadi yang belum terdaftar ke dalam sistem perpajakan untuk menjadi bagian dari sistem perpajakan. Dengan diterapkannya sistem ini, underground economy yang tergolong ke dalam hard to tax dapat berkontribusi ke dalam penerimaan pajak negara yang dampaknya akan meningkatkan tax ratio negara. Selain itu, kebijakan ini juga akan mewujudkan kemandirian fiskal dengan meningkatkannya produktivitas masyarakat secara massif.