Pedagang Online Kena Pajak, Apakah Jenis Pajak Baru?

TAX NEWS

Pedagang Online Kena Pajak, Apakah Jenis Pajak Baru?

Pajak Pedagang Online

Berbelanja secara online kini jauh lebih diminati oleh masyarakat dibandingkan dengan berbelanja secara offline. Ada berbagai macam faktor yang mendukung pesatnya perkembangan perdagangan online di Indonesia, beberapa di antaranya ialah harga produk yang jauh lebih murah dan kemudahan akses yang ditawarkan kepada konsumen.

 

Alasan tersebut juga yang mendorong pedagang untuk beralih ke e-commerce, sebab pedagang dapat memangkas berbagai macam biaya operasional yang berpengaruh pada penentuan harga produk. Pedagang pun bisa lebih fokus pada penjualan dan memaksimalkan keuntungan tanpa memikirkan kenaikan harga yang signifikan.

 

Namun, apakah pengenaan pajak pada pedagang online ini adalah peraturan atau jenis pajak baru? Apakah pengenaan pajak penghasilan ini akan memberatkan bagi para pedagang online? Simak penjelasan lebih lanjut pada artikel ini!

Pajak Pedagang Online adalah Jenis Pajak Baru?

Ternyata pengenaan pajak terhadap pedagang online bukan lah peraturan atau jenis pajak yang baru, Sobat Prime. Peraturan mengenai pengenaan pajak pada pedagang online telah diatur lebih dulu melalui PMK Nomor 210 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce). Namun, PMK 210/2018 tidak lagi berlaku sebab telah dicabut dan kini digantikan dengan PMK 37/2025 yang lebih relevan dengan kondisi perdagangan elektronik saat ini.

 

Penerapan peraturan pengenaan pajak terhadap pedagang online dilakukan untuk memberikan keadilan perpajakan bagi pedagang online dan pedagang offline. Melalui PMK 37/2025 pemerintah berupaya untuk memberikan kesetaraan perlakuan bagi pedagang online maupun offline. Kemudian, peraturan ini juga diberlakukan untuk memberikan kemudahan administrasi bagi para pedagang online.

 

Perlakuan Pajak Pedagang Online Setelah Peraturan Baru

Setelah berlakunya PMK 37/2025, pedagang yang menerima atau memperoleh penghasilan atas transaksi elektronik akan dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) dengan tarif sebesar 0,5% dari peredaran bruto. Pengenaan PPh 22 sebesar 0,5% ini tentunya tidak berlaku untuk seluruh pedagang online tanpa mempertimbangkan kondisi dan situasi tiap pedagang. Terdapat pengecualian pada pedagang online yang memenuhi syarat berikut ini:

  1. Pedagang online Orang Pribadi dalam negeri yang berpenghasilan sampai degan Rp500 Juta dalam waktu satu tahun dikecualikan dari pungutan PPh 22;
  2. Pedagang online wajib membuktikan jumlah penghasilannya sampai dengan Rp500 Juta dalam waktu satu tahun melalui penyampaian surat pernyataan;

Tidak hanya berlaku bagi pedagang dengan penghasilan sampai dengan Rp500 Juta. Pengecualian pemungutan PPh 22 juga berlaku terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh pedagang dalam negeri atas transaksi:

  1. Penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi;
  2. Penjualan barang dan/atau jasa oleh pedagang dalam negeri yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan PPh;
  3. Penjualan pulsa dan kartu perdana;
  4. Penjualan emas dan perhiasan; serta
  5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

 

E-Commerce Sebagai Pemungut Pajak

Berlakunya PMK 37/2025 memberikan kewenangan kepada DJP untuk menunjuk Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yang berhak memungut hingga melaporkan pajak pada negara. PPMSE yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pemungut PPh 22 adalah PPMSE yang bertempat tinggal atau berkedudukan di dalam maupun di luar wilayah Indonesia. Adapun kriteria tertentu lainnya yang wajib dipenuhi, yaitu PPMSE yang menggunakan rekening eksro (escrow account) untuk menampung penghasilan.

 

Terbitnya peraturan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan administrasi bagi para pedagang online, sebab yang menjalankan segala prosedurnya merupakan PPMSE. Di mulai dari memungut, menyetorkan, dan melaporkan pajak atas penghasilan transaksi elektronik yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri, merupakan tugas PPMSE. Untuk itu, sebagai bukti bahwa pedagang online telah dipungut PPh 22, pedagang online wajib membuat dokumen tagihan atas penjualan barang dan/atau jasa. Dokumen tagihan ini akan dipersamakan dengan bukti pemungutan PPh 22 bagi pedagang online.

 

Selain untuk mendorong perkembangan ekonomi digital di Indonesia, penerapan prosedur administrasi yang praktis dan efisien juga mendorong kepatuhan masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Kewajiban perpajakan bisa menjadi suatu hal yang rumit dan menguras waktu. Maka dari itu, baik pedagang online maupun PPMSE dapat memanfaatkan bantuan serta pendampingan dari konsultan pajak atau tenaga ahli dalam memenuhi kewajiban perpajakan.