25 Jun Buzzer dan Aspek Perpajakannya

Buzzer merupakan profesi yang saat ini banyak ditemukan di berbagai platform media sosial. Profesi Buzzer ini sekilas terlihat mirip dengan Influencer atau Key Opinion Leader (KOL), yang sama-sama memasarkan atau menggiring opini publik untuk menciptakan citra tertentu pada suatu produk ataupun seseorang.
Secara harfiah, Buzzer berarti ‘pendengung’ dalam Bahasa Indonesia. Dalam konteks ini, Buzzer merupakan seseorang atau sekelompok orang yang menyebarkan atau mendengungkan suatu informasi dengan motif dan tujuan tertentu, namun informasi yang disebarkan tersebut sulit diverifikasi kebenarannya.
Buzzer tidak bekerja tanpa upah, ada pengguna di baliknya yang bersedia membayar jasa ini untuk menyebarluaskan suatu informasi mengenai produk atau seseorang. Maka dari itu, timbul lah aspek perpajakan atas jasa Buzzer, sebab terdapat pemberi dan penerima penghasilan. Penghasilan yang diterima oleh Buzzer merupakan tambahan ekonomis, sehingga dianggap sebagai objek PPh menurut Pasal 4 ayat (1) UU PPh.
Kewajiban Pengguna Jasa Buzzer
Jika Sobat Prime berencana untuk menggunakan jasa Buzzer, ada beberapa hal yang wajib diperhatikan sebagai berikut:
- Pengguna melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) jika pengguna merupakan Badan atau Orang Pribadi yang Menjalankan Kegiatan Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas;
- Buzzer diperlakukan sebagai Bukan Pegawai yang tergolong dalam kategori “pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; dan
- Pengguna wajib melaporkan pemotongan SPT Masa PPh 21.
Kewajiban Penyedia Jasa Buzzer
Jika Sobat Prime tertarik untuk berprofesi sebagai Buzzer, ada beberapa hak dan kewajiban yang perlu dipenuhi sebagai berikut:
- Menghitung, memperhitungkan, dan melaporkan Pajak Penghasilan yang terutang;
- Menyelenggarakan pembukuan jika omzet mencapai Rp4,8 M atau lebih dalam 1 tahun;
- Apabila omzet kurang dari Rp4,8 M dalam satu tahun maka bisa menggunakan NPPN, dengan memberitahukan DJP dalam jangka waktu 3 bulan pertama Tahun Pajak;
- Wajib melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi;
- Jika omzet mencapai Rp4,8 M atau lebih dalam 1 tahun, maka wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), kemudian wajib memungut PPN dan menerbitkan Faktur Pajak.
Dalam hal pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, Buzzer dapat menggunakan formulir 1770 via Coretax System. Jika mengalami kendala dalam penghitungan PPh maupun pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, Wajib Pajak dapat mengonsultasikan permasalahan dan meminta bantuan kepada ahli atau konsultan pajak.