23 Aug Penetapan Jenis BKP Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai PPnBm Dan Tata Cara Pengecualian Pengenaan PPnBm
(Jakarta) Menteri keuangan telah menerbitkan PMK Nomor 96/PMK.03/2021 tentang penetapan jenis BKP selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBm dan tata cara pengecualian pengenaan PPnBm. PMK ini mencabut PMK Nomor 35/PMK.010/2017 serta perubahannya yaitu PMK Nomor 86/PMK.010/2019. Selain mengatur tata cara pengecualian pengenaan PPnBm, peraturan ini juga menambahkan BKP yang dikecualikan dari pengenaan PPnBm yaitu perolehan yacht untuk usaha pariwisata. Peraturan terbaru ini mulai diberlakukan sejak tanggal 26 Juli 2021.
Secara umum, jenis BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBm ditetapkan dengan tarif 20%, 40%, 50%, atau 75%, dengan pengelompokan sebagai berikut:
- 20% untuk kelompok hunian mewah dengan harga jual sebesar Rp30M atau lebih;
- 40% untuk kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak dan kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya;
- 50% untuk kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 0% dan kelompok senjata api dan senjata api lainnya; dan
- 75% untuk kelompok kapal pesiar mewah.
Namun ada BKP yang tergolong mewah yang dikecualikan dari pengenaan PPnBm, yaitu:
- peluru senjata api dan/atau peluru senjata api lainnya untuk keperluan negara;
- pesawat udara dengan tenaga penggerak untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga;
- senjata api dan/atau senjata api lainnya untuk keperluan negara;
- kapal pesiar, kapal ekskursi, dan/atau kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis dan/atau yacht untuk kepentingan negara atau angkutan umum; dan
- yacht untuk usaha pariwisata.
Untuk mendapatkan pengecualian PPnBm, Wajib Pajak harus memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBm dengan mengajukan permohonan secara elektronik atau secara manual kepada DJP. Namun, bagi Wajib Pajak yang memiliki fasilitas dibebaskan atau tidak dipungut PPN, tidak perlu menggunakan SKB PPnBm. Selain mengajukan permohonan SKB PPnBm yang dilengkapi dokumen pendukung kepada DJP, ada syarat penting yang harus dipenuhi yaitu tidak memiliki utang pajak, kecuali Wajib Pajak mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak serta telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan 2 (dua) Tahun Pajak terakhir dan Surat Pemberitahuan Masa PPN 3 (tiga) Masa Pajak terakhir.
Dalam penyerahan BKP yang menggunakan fasilitas pengecualian PPnBm, PKP harus membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan informasi “PPNBM DIKECUALIKAN SESUAI DENGAN PP NOMOR 61 TAHUN 2020” atau informasi yang menunjukkan telah memperoleh fasilitas dibebaskan atau tidak dipungut PPN dan mencantumkan nomor & tanggal SKB PPnBm untuk BKP yang menggunakan fasilitas SKB PPnBm.
Perlu diketahui, DJP dapat menerbitkan surat keterangan pembatalan SKB PPnBm atau SKB PPnBm Pengganti dalam hal diperoleh data dan/atau informasi serta penelitian yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak berhak memperoleh SKB PPnBm. Dalam hal dilakukan pembatalan, maka Wajib Pajak wajib membayar PPnBm yang dikecualikan dan/atau PPN yang kurang dibayar. Dalam hal penyerahan tersebut tidak dikecualikan dari PPnBm, maka PPN yang kurang dibayar merupakan PPN dengan memperhitungkan PPnBm dalam dasar pengenaan pajak PPN.
WP yang tidak memiliki SKB PPnBm atau memiliki SKB PPnBm setelah pengajuan pemberitahuan pabean impor atau menerima penyerahan, dapat mengajukan permohonan pengembalian PPnBm paling lama 12 (dua belas) bulan setelah dilakukannya impor atau penyerahan BKP. Permohonan ini harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Dalam hal impor, PPnBm telah disetor ke kas negara pada saat dilakukannya impor dan tidak dibiayakan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang dipungut atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan; atau
- Dalam hal penyerahan, PPnBm telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN Wajib Pajak yang melakukan pemungutan PPN dan/atau PPnBm dan tidak diajukan keberatan sesuai ketentuan perpajakan.
Konsultan Pajak