15 Sep Tarif Pajak Kripto Naik Signifikan
Minat generasi muda terhadap investasi aset kripto terus meningkat. Meski memiliki volatilitas tinggi, kripto kerap dipandang menawarkan imbal hasil yang lebih menarik dibandingkan instrumen investasi lain, termasuk saham. OJK mencatat, nilai transaksi kripto di Indonesia pada tahun 2024 mencapai Rp556 triliun dan diperkirakan terus tumbuh di tahun-tahun berikutnya. Lonjakan transaksi ini tentu berkontribusi positif pada penerimaan negara.
Apa itu Aset Kripto?
Aset kripto merupakan aset digital tidak berwujud yang diterbitkan oleh pihak swasta, dapat diperdagangkan, disimpan, dan dipindahkan secara elektronik. Bentuknya bisa berupa koin digital (Bitcoin), token, maupun representasi aset lain.
Secara umum, aset kripto dibedakan menjadi dua kategori. Pertama, backed crypto asset, yaitu kripto yang nilainya ditopang oleh aset tertentu, seperti emas atau mata uang fiat. Kedua, unbacked crypto asset, yaitu kripto yang tidak memiliki dukungan aset dan nilainya ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar.
Perlakukan Pajak atas Aset Kripto
Melalui PMK 50/2025, pemerintah melakukan perubahan besar dalam kebijakan perpajakan kripto. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan atau penjualan aset kripto resmi dihapus, namun PPN masih dikenakan atas layanan pendukung seperti platform perdagangan oleh PMSE dan jasa verifikasi oleh penambang kripto.
Akan tetapi, di sisi lain, tarif PPh atas transaksi kripto naik signifikan menjadi 0,21% melalui PMSE dalam negeri dari yang sebelumnya 0,1%. Sementara penjualan melalui PMSE luar negeri dikenakan pajak 1%.
Selain itu, kewenangan pengawasan aset kripto juga dipindahkan dari Bappebti ke OJK, sejalan dengan pandangan bahwa kripto bukan lagi sekadar komoditas, melainkan instrumen keuangan yang setara dengan surat berharga.
Perbandingan Pajak Kripto dan Saham
Jika dibandingkan dengan saham, beban pajak kripto jauh lebih tinggi. Transaksi penjualan saham di bursa hanya dikenai pajak sebesar 0,1%, sementara aset kripto dikenai 0,21%.
Perbedaan tarif yang cukup besar ini memicu spekulasi bahwa pemerintah sengaja membatasi aktivitas perdagangan kripto demi menjaga stabilitas dan keamanan pasar keuangan nasional, terlebih lagi sektor kripto ini murni dikendalikan oleh sektor swasta.
Kesimpulan
Kebijakan penghapusan PPN atas transaksi kripto jelas memberikan kemudahan bagi investor. Namun, di sisi lain, kenaikan signifikan tarif PPh justru berpotensi menekan pertumbuhan investasi kripto. Jika minat investasi menurun, penerimaan negara dari sektor ini pun bisa terdampak.